Prihatin dengan banyaknya limbah puntung rokok di mana-mana, tiga siswi SMA Negeri 1 Ungaran, Kabupaten Semarang, berinovasi. Mereka memanfaatkan limbah itu sebagai pengantar untuk menghasilkan energi listrik.
Tiga pelajar inovatif itu adalah Dheana Zahrani Nareswari, Nafisah Amalia, dan Yumna Dzakirah. Berkat temuan tersebut, ketiganya akan mewakili Indonesia dalam ajang International Science Fair in Korea (ISFK) 2019 yang dihelat di Daejeon, Korea Selatan, pada 17–22 Oktober 2019. Sebelum lolos ke Korea Selatan, karya ketiganya menjuarai Youth National Science Fair (YNSF) di Bandung kategori Fisika pada 10–12 Mei 2019. Dari sanalah, mereka lanjut ke ajang ISFK 2019. Menurut Nafisah, ide memanfaatkan limbah rokok sebagai energi alternatif itu muncul saat melihat di lingkungan rumahnya yang banyak puntung rokok berserakan. ’’Resah aja, di mana-mana ada puntung rokok. Lalu, saya cari tahu, filter rokok itu ternyata tidak bisa terurai. Saya coba menguji dan meneliti puntung rokok,’’ ujarnya sambil menunjukkan ribuan puntung rokok yang dikumpulkan. Bersama dua temannya dan di bawah bimbingan guru fisika SMAN 1 Ungaran Drs R. Hari Murti H. P. MEng, Nafisah pun mulai melakukan sejumlah uji coba. Mereka berhasil membuat prototype panel surya berelemen puntung rokok yang diaplikasikan
di dinding atau rooftop. ’’Untuk bahan-bahannya, kami menggunakan puntung rokok, karbon armorf, semen, air, cermin, kabel, bubuk plastik, lapisan seng, dan silikon untuk lem. Jadi, nanti puntung rokok itu berguna sebagai penyerap panas matahari. Cermin juga berfungsi sebagai pemantul panas matahari sehingga panas dari matahari dapat terperangkap di dalam,’’ jelas Dheana. Nafisah menjelaskan, dalam pembuatan alat tersebut, lapisan bawah terdiri atas semen, karbon armorf, bubuk plastik, dan lapisan seng. Pembatas bahan itu adalah cermin. ’’Selanjutnya, lapisan puntung rokok yang berfungsi untuk menyerap panas dari lapisan atas yang terkena sinar matahari,’’ terangnya. Sementara itu, untuk lapisan paling atas adalah semen dan karbon armorf. ’’Semen menjadi bahan utama karena akan diaplikasikan ke tembok. Sementara itu, karbon armorf menjadi pengganti pasir dan bahan yang lebih menyerap panas daripada tembok biasanya,’’ paparnya.
Nafisah menuturkan, biaya pembuatan prototype itu relatif murah, tak lebih dari Rp 200 ribu. Dari percobaan tersebut, tembok berukuran 50 x 50 cm dengan berat 8 kg bisa mengalirkan listrik 0,8 volt. Semakin besar bidang tembok yang dibuat, semakin besar pula aliran listrik yang dihasilkan. Setelah terserap, panas selanjutnya bisa disalurkan. ’’Tembok ini dijemur dulu untuk menyerap panas, waktu paling baik pukul 10.00–13.00 karena suhu sedang panas-panasnya. Suhu makin tinggi, makin tinggi pula tegangan listrik yang dihasilkan,’’ ungkap Yumna.
Hari Murti menambahkan, pembuatan alat tersebut memakan waktu sekitar 10 bulan. Dari penelitian itu, tiga siswa tersebut masih terus melakukan uji coba. Jika layak dan bermanfaat, alat tersebut sangat mungkin menjadi barometer pemanfaatan limbah puntung rokok sebagai sumber energi listrik alternatif.
Sumber: Radar Semarang, 17 Oktober 2019